Cari Blog Ini

Powered By Blogger

Sabtu, 24 Juli 2010

TSUNAMI, PENYEBAB DAN AKIBATNYA

TSUNAMI, PENYEBAB DAN AKIBATNYA

Robert Pasaribu
Sub Bidang Analisa Geofisika
Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta

ABSTRAK

In Indonesia Tsunami is produced by seismic activities which are, iin this case, shallow earthquakes found in active seismic tectonic zones, such as subduction zone, bared zone and fault zone. There have been 17 big Tsunami evidences recorded in Indonesia, where the depth of the originating earthquakes ranged between 5.6 Richter Scale, with the maximum intensity of VII-IX MMI Scale.
The magnitudo of Tsunamis in Indonesia varied from 1.5 to 4.5 Imamura Scale, while the maximum amplitude of the waves which reach the coast between 4-24 m, and the extent to the land were 50-200 m from the coast lline.
There have been Tsunami events happening in Indonesia since 1990, causing 3000 people died and great material loss. The fack that Tsunami often happened in Indonesia verifies that the countryis a high risk area of Tsunami. Therefore, it is necessary to make suffivient for anticipating or minimizing the Tsunami effect on both material and living things.

Pendahuluan

Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu kata Tsu dan Nami. Tsu berarti pelabuhan dan nami berarti gelombang besar. Istilah tersebut kemudian dipakai oleh masyarakat untuk menunjukkan adanya gelombang besar yang disebabkan oleh gempa bumi. Lebih tepatnya tsunami diartikan sebagai gelombang laut yang terjadi secara mendadak yang disebabkan karena terganggunya kestabilan air laut yang diakibatkan oleh gempa bumi.
Dapat dikemukan bahwa tidak semua gempa bumi di dasar laut menimbulkan tsunami. Begitu juga dari pengalaman membuktikan bahwa tanpa adanya gempa bumi di dasar laut tsunami bisa saja terjadi. Seperti yang terjadi pada tahun 1976 di Larantuka dan Pantai Padang pada tahun 1980.
Pada masa sekarang penggunaan istilah tersebut meluas pada gelombang besar yang disebabkan oleh letusan gunung berapi, longsoran dan lain-lain. Letusan gunung Krakatau pada tahun 1883 telah mencatat sejarah karena tsunami yang ditimbulkannya telah memakan korban lebih dari 36 ribu jiwa.

Penyebab Terjadinya Tsunami

Tsunami terjadi karena adanya gangguan impulsif terhadap air laut akibat terjadinya perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba. Ini terjadi karena tiga sebab, yaitu : gempa bumi, letusan gunung api dan longsoran (land slide) yang terjadi di dasar laut. Dari ketiga penyebab tsunami, gempa bumi merupakan penyebab utama. Besar kecilnya gelombang tsunami sangat ditentukan oleh karakteristik gempa bumi yang menyebabkannya.
Bagian terbesar sumber gangguan implusif yang menimbulkan tsunami dahsyat adalah gempa bumi yang terjadi di dasar laut. Walaupun erupsi vulkanik juga dapat menimbulkan tsunami dahsyat, seperti letusan gunung Krakatau pada tahun 1883.
Gempa bumi di dasar laut ini menimbulkan gangguan air laut, yang disebabkan berubahnya profil dasar laut. Profil dasar laut iniumumnya disebabkan karena adanya gempa bumi tektonik yang bisa menyebabkan gerakan tanah tegak lurus dengan permukaan air laut atau permukaan bumi. Apabila gerakan tanah horizontal dengan permukaan laut, maka tidak akan terjadi tsunami.
Apabila gempa terjadi didasar laut, walaupun gerakan tanah akibat gempa ini horizontal, tetapi karena energi gempa besar, maka dapat meruntuhkan tebing-tebing (bukit-bukit) di laut, yang dengan sendirinya gerakan dari runtuhan in adalah tegak lurus dengan permukaan laut. Sehingga walaupun tidak terjadi gempa bumi tetapi karena keadaan bukit/tebing laut sudah labil, maka gaya gravitasi dan arus laut sudah bisa menimbulkan tanah longsor dan akhirnya terjadi tsunami. Hal ini pernah terjadi di Larantuka tahun 1976 dan di Padang tahun 1980.
Gempa-gempa yang paling mungkin dapat menimbulkan tsunami adalah :
Gempa bumi yang terjadi di dasar laut.
Kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km.
Magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 Skala Richter.
Jenis pensesaran gempa tergolong sesar naik atau sesar turun. Gaya-gaya semacam ini biasanya terjadi pada zona bukaan dan zona sesar.

Lida (1970) berdasarkan data tsunami di Jepang menunjukkan bahwa gempa yang menimbulkan tsunami sebagian besar merupakan gempa yang mempunyai mekanisme fokus dengan komponen dip-slip, yang terbanyak adalah tipe thrust (sesar naik) misalnya tsunami Japan Sea 1983 dan Flores 1992 dan sebagian kecil tipe normal (sesar turun) misalnya sanriku Jepang 1993 dan Sumba 1977. gempa dengan mekanisme fokus strike slip (sesar mendatar) kecil sekali kemungkinan untuk menimbulkan tsunami (gambar 1).

Karakteristik Tsunami

Secara garis besar tsunami dapat diartikan sebagai gelombang laut dengan periode yang ditimbulkan oleh suatu gangguan implusif yang terjadi pad medium laut. Periode gelombang tsunami berkisar antara 10-60 menit.
Gangguan pembangkit tsunami biasanya berasal dari berbagai sumber, misalnya gempa bumi, erupsi vulkanik atau land slide yang terjadi di dasar laut. Gelombang yang disebabkan oleh gaya implusif bersifat transien atau gelombang yang bersifat sesaat. Gelombang ini berbeda dengan gelombang-gelombang laut lain yang bersifat kontinyu, seperti gelombang permukaan laut yang ditimbulkan oleh tiupan angin atau gelombang pasang laut yang disebabkan gaya tarik benda angkasa.
Selain bersifat transien, gelombang tsunami juga bersifat dispersif, artinya periodenya berubah terhadap jarak sumber gangguan implusif. Gelombang tsunami yang menjalar dekat dengan daerah sumber gempa, mempunyai periode lebih kecil dibandingkan dengan gelombang tsunami yang menjalar jauh dari sumber.
Besar kecilnya tsunami yang yang terjadi di samping tergantung pad bentuk morfologis pantai juga dipengaruhi oelh karakteristik sumber gangguan implusif yang ditimbulkannya. Karakteristik gelombang tsunami meliputi energi, magnitudo, kedalaman pusat gempa, mekanisme fokus dan luas rupture area.
Dalam penjalarannya ke pantai dari sumber gangguan implusif, gelombang tsunami akan mengalamai tranformasi tinggi, panjang, kecepatan ataupun arah gelombang. Transformasi disebabkan adanya perubahan kedalaman laut yang dilalui tsunami, atau tsunami melintasi alur yang lebih sempit seperti selat, sungai atau teluk.
Bila tsunami melintasi alur yang sempit dan dangkal maka tinggi gelombang tsunami akan mengalami perbesaran yang merupakan fungsi dari perubahan kedalaman dan lebar alur yang dilewati. Tsunami mempunyai panjang gelombang yang besar sampai mencapai 100 km berbentuk ellips dengan amplitudo sekitar 5 meter.
Kecepatan penjalaran tsunami di laut berkisar antara 50-1000 km perjam. Kecepatan ini berkaitan dengan kedalaman laut. Pada dasarnya bila kedalaman laut berkurang setengahnya, maka kecepatan berkurang tiga perempatnya. Sedangkan tinggi gelombang tsunami justru akan bertambah jika mendekati pantai, karena adanya perubahan kedalaman laut yang dilalui tsunami. Tinggi tsunami mencapai maksimum pada daerah pantai yang landai dan berlekuk seperti teluk atau muara sungai, maka gelombang tsunami akan mencapai puluhan meter.
Sebagai contoh gempa bumi Flores yang mempunyai magnitude 6,6 SR secara teoritis akan menimbulkan gelombang tsunami setinggi 1 sampai 2 meter di episenter, tetapi pada saat tiba di pantai Flores gelombang tsunami mencapai maksimum sekitar 24 meter.

Hubungan Magnitude dengan Kedalaman

Dari hasil penellitian gelombang-gelombang tsunami yang terjadi di Jepang, Lida (1970) menurunkan hubungan empiris antara magnitudo ambang dengan kedalaman pusat gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami, yaitu :

Mm = 6,3 + 0,005 D

Dimana :
· Mm = magnitudo minimum atau ambang gempa (skala Richter) yang berpotensi menimbulkan tsunami
· D = Kedalaman pusat gempa.

Dari hubungan empiris tersebut terlihat bahwa mengitudo minimum gempa bumi yang memungkinkan terjadinya tsunami adalah 6,3 SR. Dan gempa-gempa dangkal yang lebih berpotensi untuk menimbulkan gelombang tsunami. Di Jepang rata-rata kedalaman maksimumnya sekitar 80 km.

Hubungan Magnitude dengan Kedalaman

Apabila sebagian besar laut naik turun secara mendadak, maka air di atasnya akan mengalami gangguan berupa suatu geombang yang menyebar ke segala arah. Kecepatan gelombang ini tergantung dari kedalaman laut dan percepatan gravitasi bumi.
Rumus sederhana dari kecepatan gelombang tsunami adalah :

V = Ög. D

Dimana :
· V = kecepatan gelombang
· D = Kedalaman pusat gempa.
Ditengah lautan di mana kedalaman laut cukup besar, maka kecepatan gelombang juga besar, demikian pula periode gelombang, sedangkan amplitudonya kecil dan panjang gelombangnya bisa mencapai puluhan kilometer.
Jika gelombang mendekati pantai dimana kedalaman laut berkurang, kecepatan gelombangnya pun semakin kecil, tetapi diimbangi dengan berkurangnya periode gelombang dan bertambahnya amplitudo (tinggi gelombang), sesuai dengan hukum Kekekalan Energi.
Andai gravitasi di suatu tempat adalah g = 10m/det2 dan kedalaman laut di tempat itu di ambil D = 500 m, maka kecepatan gelombang tsunami di tengah laut kurang lebih 250 km/jam.
Makin ke darat, laut semakin dangkal, sehingga diperkirakan kecepatan gelombang menurun menjadi kurang lebih 20 m/det atau kurang dari 80 km/jam. Tetapi tinggi gelombang bertambah diperkirakan mencapai 5 sampai 8 meter. Jadi seandainya tsunami berada lebih dari 50 km dari daratan, maka diperkirakan gelombang tsunami akan datang lebih kurang 1 sampai 1,5 jam setelah surutnya air laut secara mendadak.

Klasifikasi Tsunami

Lida (1963) membuat klasifikasi dari tsunami berdasarkan ukuran gelombangnya sebagai berikut :

a. Amat Kecil ( 0 )
b. Kecil ( 1 )
c. Menengah ( 2 )
d. Besar ( 3 )
e. Amat Besar ( 4 )

Ukuran amat kecil biasanya tidak terasa tetapi masih dapat diamati. Ukuran kecil mulai terasa dan amat besar mulai merusak. Berdasarkan klasifikasi itu lida mengamati hubungannya dengan gempa bumi dan memperoleh hubungan linear antara magnitude gempa bumi dengan besaran tsunami.
Gempa bumi dengan magnitudo 7 Skala Richter dapat menimbulkan tsunami dalam skala 0 sedangkan magnitude gempa 8 dapat menghasilkan skala 1 sampai 2 dan gempa 8 sampai 9 bisa menghasilkan tsunami yang dahsyat dapat mencapai skala 3. gempa bumi bermagnitudo kurang dari 7 pada umumnya tidak menghasilkan tsunami yang merusak dan berskala minus.
Hubungan empiris antara magnitudo tsunami ddengan magnitudo gempa bumi yang menimbulkannya diturunkan oleh Lida (1963) sebagai berikut :

m = 2,661 M – 16,44

Dimana :
· m = magnitudo tsunami dalam skala Immamura.
· M = magnitudo gempa bumi dalam Skala Richter.

Daerah Sumber Tsunami di Indonesia.

Indonesia merupakan kepulauan yang terletak di antara dua samudera, yaitu ; Samudera Padifik dan Samudera Hindia. Melihat kepada lokasi ini maka untuk daerah di Indoensia penyebab tsunami berasal dari 3 lokasi yaitu :
f. berasal dari Samudera Pasifik.
g. Berasal dari Samudera Hindia
h. Berasal dari lokal Indonesia.

a. Tsunami Samudera Pasifik.

Tsunami yang berasal dari Samudera Pasifik pada waktu sekarang ditangani oleh PTWC (Pasific Tsunami warning Center) yang berpusat di Honolulu, Hawaii, yang merupakan bagian dari ITIC (International Tsunami Information Center) apabila terjadi gempa bumi di Laut Pasifik, dimana memang gempa bumi di dunia ini 75 persen terjadi di sekitar pasifik, yang mempunyai kedalaman dangkal dan bermagnitudo cukup besar maka perhatian khusus diberikan oleh PTWC dengan tujuan untuk mengetahui apakah gempa bumi ini menimbulkan tsunami atau tidak.
Apabila menimbulkan tsunami, maka diadakan Tsunami Watch dengan jalan menanyakan kepada petugas yang berada di sekitar episenter gempa bumi tersebut apakah ada penambahan ketinggian gelombang laut.
Apabila di sekitar episenter terdapat Tide Gauge dengan sistem telemeter , maka hal ini dapat dilakukan dengan melihat kepada recorder dari Tide Gauge ini. Bila terjadi tsunami yang disebabkan karena gempa bumi, maka PTWC dapat memperhitungkan jam berapa gelombang tsunami ini akan sampai di masing-masing negara anggota disekitar Samudera Pasifik. Pemberitahuan ini diberikan oleh PTWC untuk kemudian Pemerintah setempat berusaha mengungsikan penduduk pantai yang kira-kira akan dilanda tsunami.
Dalam hal ini di Indonesia yang termasuk salah satu negara di sekitar Samudera Pasifik tentunya juga akan diberitahu oleh PTWC apabila akan ada tsunami yang melanda bagian utara dan timur dari Indonesia (Irian Jaya bagian utara, Maluku bagian utara dan timur).
Untuk daerah Irian Jaya bagian utara dan Maluku bagian utara dan timur, telah dapat di perkirakan waktu jalar gelombang tsunami yang berasal dari Pasifik ke daerah Jayapura dan Sangihe, seperti dapat dillihat pada peta kountur waktu jalar gelombang laut di Lautan Pasifik. (gambar 2).
Peta kountur ini dibuat berdasarkan peta waktu jalar tsunami dari Pasifik ke negara-negara sekitar Pasifik, kemudian waktu jalur tersebut di plot untuk sampai ke dua tempat di Indonesia ini, dengan pengertian kecepatan gelombang laut adalah sama untuk daerah yang berlawanan dengan daerah yang sama.

b. Tsunami Samudera Hindia

Tsunami dari Lautan Hindia yang melanda Indonesia sejak tahun 1797 sampai 1928, terdapat 14 buah tsunami. Diperkirakan tsunami tersebut kebanyakan berasal dari gempa tektonik yang bersumber pada Belt Mediterania, dimana gempa-gempa dangkal yang terjadi di Samudera Hindia ini terdapat sepanjang Belt Mediterania yang membujur mulai dari Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara sejauh ± 200 km dari daratan.
Kedalaman laut dari batas plate tektonik lautan Hindia dengan plate tektonik Eurasia di daratan Sumatera dan Jawa pada umumnya :
Untuk daerah selatan Jawa, 1000 m, sehingga waktu jalar tsunami tersebut kira-kira membutuhkan waktu 1/2 jam untuk sampai ke pantai selatan Jawa.
Untuk sebelah barat daya Sumatera kedalaman Laut Hindia mulai dari batas plate tektonik tersebut sampai ke pantai barat Sumatera, rata-rata berkedalaman 500 meter sehingga waktu jalar gelombang tsunami sampai ke pantai barat Sumatera adalah kurang lebih ¾ jam.

Dengan demikian untuk mengurangi korban manusia akibat tsunami yang berasal dari Lautan Hindia masih ada waktu selama antara ½ dan ¾ jam untuk dapat mengungsikan penduduk pantai.
Untuk dapat mengatasinya membutuhkan jaringan stasiun tsunami (stasiun seismo dan tide gauge) yang telemeter untuk dapat mengetahui terjadinya gempa dangkal di laut hindia yang cukup kuat beserta terjadinya tsunami yang harus sudah dapat diketahui sebelum gelombang tsunami ini melanda daratan. Disamping itu juga di butuhkan kesiagaan penduduk pantai beserta aparat pemerintah yang sangat tinggi.

c. Tsunami Lokal.

Diihat dari peta tsunami pontensial area di Indonesia, daerah yang sering mengalami glombang tsunami akibat gempa lokal atau tanah longsor di dasar lautan, teradapat di daerah sekitar Maluku termasuk Nusa Tenggara pantai sebelah utara.
Penyebab tsunami ini kebanyakan berasal dari gempa-gempa lokal yang terjadi di daerah Maluku di lautan yang kedalaman lautnya rata-rata 200 m.
Waktu jalar gelombang tsunami tentunya tergantung dari jaraknya sumber tsunami kepantai. Kalau di lihat pada peta Major Salau Earthquake (1897-1977), ternyata pada umumnya terdapat dekat dengan pantainya.
Umpamanya Nusa Tenggara lokasi epiknya dekat dengan pantai sebelah utara maupun sebelah selatan, sehingga waktu jalarnya sampai ke pantai akan sangat singkat.
Tetapi untuk gempa-gempa disebelah selatan Nusa Tenggara juga terdapat gempa-gempa dangkal yang kuat yang berjarak ± 150 km dari pantai-pantai sebelah selatan Nusa Tenggara yang waktu jalar gelombang tsunaminya sekitar 20 menit.
Demikian pula untuk daerah daerah di Laut Banda, lokasi dari pusat gempa dangkalnya dekat dengan pantai yang juga terdapat di daerah di antara Halmahera dan Sulawesi.
Karena keadaan waktu jalar gelombang tsunami yang singkat pada umumnya, maka dalam hal pengamanan penduduk dari gelombang tsunami, yang terpenting adalah pendidikan kepada penduduk setempat di pantai di daerah iini.
Pada umumnya daerah rawan tsunami adalah daerah yang lokasinya dekat dengan jalur gempa yang terletak di lautan dan episenternya dekat dengan pantai.

Antisipasi terhadap ancaman Tsunami

Secara teori tsunami lebih mudah untuk di prediksi dibandingkan dengan gempa bumi. Tenggang waktu terjadinya gempa bumi dan tibanya tsunami di pantai memungkinkan untuk dapat menganalisa karekteristik gempa bumi tersebut.
Dalam tempo 20 sampai 30 menit, dapat ditentukan apakah suatu gempa bumi dapat menyebabkan tsunami atau tidak. Informasi tersebut dapat disampaikan kepada masyarakat sebelum gelombang-gelombang tersebut menerjang pantai.
Karena terbatasnya fasilitas komunikasi sangat mungkin terjadi informasi belum sampai sementara gelombang tsunami telah menyapu pantai. Hal inilah yang melandasi adanya sistem peringatan dini (Tsunami Warning System), untuk itu diperlukan adanya alterlatif untuk mengatasi kesulitan tersebut. Langkah-langkah yang diambil meliputi :

Adanya identifikasi daerah rawan tsunami .
Penyuluhan kepada penduduk dan aparat terkait di daerah rawan tsunami.
Proteksi daerah pantai di antaranya membuat jalur hijau sejauh 200 meter dari garis pantai yang berfungsi sebagai penahan gelombang dan melestarikan kelestarian batu karang yang sekaligus berfungsi sebagai pemecah gelombang.
Menetapkan letak pemukiman berada di belakang jalur hijau sehingga terlindung dari ancaman gelombang, kalaupun terpaksa di bangun di dekat pantai, rumah yang baik adalah rumah panggung dengan bagian bawah kosong sehingga memungkinkan air laut untuk terus melewatinya.
Membuat dasar hukum yang kuat guna upaya pengaturan tata guna lahan yang terletak pada daerah pantai.

Penanggulangan Tsunami

Melihat bagaimana terjadinya tsunami seperti penjelasan di atas, mulai surutnya air laut sampai datangnya kembali gelombang tersebut, yang memakan waktu cukup lama. Lebih-lebih apabila sumber tsunami berada lebih jauh di tengah laut maka perlu dilakukan cara-cara penanggulangannya. Dengan demikian apabila masyarakat telah mengetahui apa yang terjadi dan bagaimana akibatnya, mungkin jumlah korban akan bisa dikurangi, larena masih ada waktu untuk meninggalkan tempat berbahaya tersebut. Cara penanggulangan bahaya gelombang tsunami ini adalah dengan cara prepentif.
Dari pengalaman membuktikan bahwa korban tsunami hampir sebagian besar disebabkan karena mereka yang jadi korban tidak mengetahui apa yang akan terjadi apabila air surut secara mendadak, lebih-lebih setelah terjadi gempa bumi, malah korban umumnya pergi kelaut untuk menonton peristiwa alam tersebut.
Secara teoritis dapat diketahui daerah-daerah di mana di Indonesia yang akan terkena gelombang tsunami. Cara praktis menanggulangi bahaya tsunami untuk daerah-daerah yang diprakirakan akan dilanda tsunami harus diberi penerangan secara mendetail apa dan bagaimana tsunami itu dan sekaligus apa yang perlu dilakukan apabila air laut surut secara mendadak.

Riset dan Mitigasi Bencana Tsunami

Riset tentang tsunami ini telah dibagi menjadi tiga, yaitu :
2. Riset yang bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi pusat gempa dan karakteristik yang berpotensi menimbulkan tsunami.
3. Riset yang diarahkan untuk membuat model penjalaran gelombang tsunami dan prediksi tingginya tsunami pada saat mencapai pantai, riset merupakan kajian dari ilmu Oceanografi.
4. Riset yang ditujukan untuk mencari cara-cara yang tepat dalam pemantauan tsunami dan perlindungan pantai terhadap bahaya tsunami, dalam riset ini diperlukan keahlian dalam bidang ilmu Seismologi, Oceanografi dan Teknik Sipil.

Kesimpulan

5. Melihat kepada daftar tsunami di Indonesia, maka Indoensia digolongkan sebagai negara yang sering dilanda tsunami dan telah memakan korban sampai ribuan jiwa.
6. Untuk menanggani tsunami dari Lautan Pasifik, hendaknya kerjasama dengan PTWC dapat ditingkatkan, sehingga Indonesia dapat menjadi salah satu negara yang akan di beri WARNING bila ada bencana tsunami yang akan melanda wilayah Indonesia.
7. Untuk mengatasi tsunami lokal dari Indonesia sendiri, harus digiatkan penerangan terhadap penduduk pantai yang pernah dilanda tsunami dalam hal cara-cara menyelamatkan diri dari tsunami.
8. Usaha untuk memperlajari secara rinci karakteristik tsunami yang terjadi di Indonesia dan upaya mitigasinya perlu didukung dengan studi kegempaan yang serius. Hal ini dikarenakan tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik yang memang banyak terjadi karena Indonesia merupakan daerah seismik aktif.

Acuan

Weisberg, J. And Parish H. “ Introduction to Oceanography”.

Arikoucine, William A. “ The Word Ocean, an Introduction to Oceanography ”.
Groen P. “water and Sea”, London 1965

James R. Holton. “ Introduction to Dynamic Meteorology ”, New York, 1973

Reymond, D. ” Tremors Training “ LDG, 1995

LDG, “ Tsunami Risk Evaluation Trough Seismic Moment From a Real time System “, Paris, 1995

Buletin Meteorologi dan Geofisika, 1987

Majalah Oceanologi, Badan Meteorologi dan Geofisika, 1989.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar